Selasa, 10 Januari 2017

Analisa Studi Kasus Pelanggaran Etika Produksi "Mass Product Recall" pada Mobil Nissan, Honda dan Toyota - Etika Profesi

Etika Profesi

Analisa Studi Kasus Pelanggaran Etika Produksi
“Mass Product Recall” pada Mobil Nissan, Honda dan Toyota
by : Ahmad Sofyan / 2B415859 / 4IC01


BAB I
LATAR BELAKANG

           Setiap perusahaan berlomba-lomba menciptakan berbagai macam produk untuk memenuhi kebutuhan pasar. Berbagai macam strategi diterapkan agar produk yang dibuat sesuai dengan kebutuhan pasar dan menciptakan profit yang tinggi untuk perusahaan. Namun tidak jarang pula strategi yang diterapkan tersebut mengalami kegagalan dan penyimpangan dalam etika produksi.


              Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
                  Kisah mass product recall acapkali terjadi dalam dunia bisnis. Pelajaran yang bisa diambil di balik kisah penarikan produk global selalu merupakan hal yang menarik dan hampir dapat dipastikan menjadi studi kasus di sekolah bisnis. Selain biaya finansial yang luar biasa besar, penarikan pasti berdampak negatif terhadap reputasi sebuah produk yang berarti membahayakan penjualannya di masa depan.
                 Dari sudut pandang konsumen banyak faktor yang mereka pertimbangkan sebelum mengkonsumsi sebuah produk seperti harga, akses ke produk, keunikan produk, manfaat yang ditawarkan, keamanan dan kenyamanan saat menggunakan produk. Namun tidak jarang konsumen lebih terpikat pada faktor harga yang murah dan manfaat-manfaat sesaat yang ditawarkan produk kepada mereka dan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Perusahaan melihat ini sebagai peluang untuk meraih keuntungan sendiri dan mengabaikan konsumennya. Padahal sebagai konsumen kita memiliki hak secara langsung atas keamanan dan kenyamanan saat mengkonsumsi produk yang telah kita dapatkan.


BAB II     
PODUSEN DAN PRODUKSI

            Produsen adalah orang atau kelompok yang memproduksi barang yang nantinya akan dijual kepada konsumen, sedangkan Produksi adalah usaha untuk menciptakan dan meningkatkan kegunaan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan. Dengan pengertian lain Produksi merupakan konsep arus (flow consept), bahwa kegiatan produksi diukur dari jumlah barang-barang atau jasa yang dihasilkan  dalam suatu periode waktu tertentu, sedangkan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan tidak berubah.

           Seorang produsen atau pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus menentukan dua macam keputusan:
a. Berapa output yang harus diproduksikan, dan
b. Berapa dan dalam kombinasi bagaimana faktor-faktor produksi (input) dipergunakan.

Untuk menyederhanakan pembahasan secara teoritis, dalam menentukan keputusan tersebut digunakan dua asumsi dasar:
a. Bahwa produsen atau pengusaha selalu berusaha mencapai keuntungan yang maksimum,

b. Bahwa produsen atau pengusaha beroperasi dalam pasar persaingan sempurna.

1. Faktor produksi

a. Faktor produksi asli yaitu :
1) Material atau Sumber Daya Alam. Contohnya : tanah, air, udara, sinar matahari, tumbuh – tumbuhan, hewan, barang tambang.
2) Tenaga kerja atau Sumber Daya Manusia. Tanpa adanya tenaga kerja, sumber daya alam yang tersedia tidak akan dapat dirubah atau diolah menjadi barang hasil produksi.

b. Faktor produksi turunan. Yang termasuk faktor produksi turunan adalah modal, keahlian (skill) dan Peralatan Teknologi.



2. Fungsi Produksi

            Fungsi produksi merupakan interaksi antara masukan (input) dengan keluaran (output). Misalkan kita memproduksi jas. Dalam fungsi produksi, jas itu bisa diproduksi dengan berbagai macam cara. Kalau salah satu komposisinya diubah begitu saja, maka hasilnya juga akan berubah. Namun, output dapat tetap sama bila perubahan satu komposisi diganti dengan komposisi yang lain. Misalnya penurunan jumlah mesin diganti dengan penambahan tenaga kerja.
           Sebuah usaha produksi baru bisa bekerja dengan baik bila dijalankan oleh produsen atau yang sering kita sebut pengusaha. Pengusaha adalah orang yang mencari peluang yang menguntungkan dan mengambil risiko seperlunya untuk merencanakan dan mengelola suatu bisnis.
           Pengusaha berbeda dengan pemilik bisnis kecil ataupun manajer. Bila hanya memiliki sebuah usaha dan hanya berusaha mencari keuntungan, maka orang itu barulah sebatas pemilik bisnis.
             Bila orang itu hanya mengatur karyawan dan menggunakan sumber daya perusahaan untuk usaha, maka orang itu disebut sebagai manajer. Pengusaha lebih dari keduanya. Pengusaha berusaha mendirikan perusahaan yang menguntungkan, mencari dan mengelola sumber daya untuk memulai suatu bisnis.

3. Etika Produksi-Bisnis
         
          Etika produksi-bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis
          Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom).  Etika berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila dan agama. Hal ini sangat perlu di kehidupan ekonomi masyarakat serta dalam melakukan sebuah produksi-bisnis.
          Istanto Oerip Ketua PII mengatakan bahwa Etika didefinisikan sebagai penyelidikan terhadap alam dan ranah moralitas dimana istilah moralitas dimaksudkan untuk merujuk pada ‘penghakiman’ akan standar dan aturan tata laku moral. Etika juga bisa disebut sebagai studi filosofi perilaku manusia dengan penekanan pada penentuan apa yang dianggap salah dan benar.
          Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
          Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
   Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
   Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.

          Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut:
          Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
          Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
          Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
·    Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
·    Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
·    Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
·    Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
·    Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
   Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
   Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
   Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.

          Etika terbagi atas dua :
1.         Manusia Etika umum ialah etika yang membahas tentang kondisi-kondisi dasar bagaimana itu bertindak secara etis. Etika inilah yang dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
2.         b.Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter, hakim, pustakawan, dan lainnya).                   

Jika ditinjau menurut UUD ada beberapa peraturan hukum UUD yang berkaitan dengan Etika Produksi, diantaranya ialah :

Pasal 4, hak konsumen adalah :
·         Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
·         Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”

Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”

Pasal 8
·         Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
·         Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”

Pasal 19 :
·         Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
·         Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
·         Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”

Berkaitan dengan Etika Profesi Nomor 18 Tahun 1999, disebutkan pada pasal 11 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 yaitu sebagai berikut :
      Ayat 1 : Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya.
      Ayat 2 :  Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.
      Ayat 3 :  Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

            Ada 2 macam etika atau perilaku produsen, yaitu perilaku yang cerdas dalam berbisnis dan menguntungkan dan perilaku produsen yang kurang memiliki kemampuan sehingga dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
a.  Perilaku yang menguntungkan :
1)      Produsen yang memiliki keahlian pengusaha, berperilaku profesional sehingga mampu menciptakan hasil produksi yang sesuai dengan kebutuhan dan daya beli masyarakat
2)      Mampu meningkatkan produksi dengan menentukan komposisi faktor-faktor produksi yang dapat meminimumkan biaya.
3)      Berusaha dan mampu memperoleh keuntungan maksimal yang digunakan antara lain untuk meningkatkan dan masyarakat di sekitar perusahaan.
4)      Menggunakan keuntungan perusahaan untuk memperluas usaha.
5)      Patuh membayar pajak.
6)      Mampu mengolah limbah perusahaan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran.
b.  Perilaku yang merugikan
1)        Tidak memiliki keahlian pengusaha.
2)        Fungsi-fungsi pengusaha, seperti penerapan fungsi manajemen planning, organizing, actuating and controlling tidak efektif dan terjadi pemborosan.
3)        Biaya produksi lebih besar dari hasil penjualan, sehingga perusahaan menderita kerugian
4)        Pajak tidak dibayar
5)        Perolehan kredit dari bank tidak digunakan untuk menyehatkan perusahaan, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi.
6)        Limbah industri perusahaan mencemari sungai dan udara sekitarnya.
C. PRODUK GAGAL ATAU NG (NOT GOOD)

Istilah Not Good (NG) pada suatu produk sesungguhnya diberikan kepada produk (barang ataupun jasa) yang mutu atau kualitasnya tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Standar mutu/kualitas bisa berasal atau ditetapkan dari pabrik atau bisa pula berdasarkan ketentuan standar secara umum dari luar pabrik. Dari pabrik sendiri menetapkan standar mutu sebagai bagian dari ciri khas produk yang membedakannya dengan produk-produk lainnya yang sejenis (produk pesaing).
Pihak pabrik terkadang juga menerapkan standar mutu lain yang berasal dari organisasi standar mutu seperti ISO (International Organization for Standardization) atau yang berasal dari dalam negeri seperti SNI (Standar Nasional Indonesia). Selain itu, standar mutu tambahan lainnya juga berasal dari regulasi yang mengatur mengenai ketentuan ataupun persyaratan suatu produk baik barang maupun jasa. Misalnya, regulasi pemerintah tentang standar keselamatan, keamanan, dan kenyamanan dalam menggunakan atau mengkonsumsi produk.
Jika dalam pengujian mutu (untuk produk jenis barang) ditemukan mutu produk di bawah standar yang ditetapkan oleh pabrik, maka produk (barang) tersebut dikategorikan sebagai Not Good (NG) atau di cap ‘Produk Gagal’. Pengujian mutu tidak hanya dilakukan di dalam pabrik, akan tetapi dapat pula setelah produk tersebut beredar di pasar atau dikonsumsi oleh masyarakat. Jika selama dikonsumsi ditemukan cacat atau ketidaksesuaian dengan mutu yang dijanjikan oleh pabrik, maka produk tersebut dikategorikan ‘Produk Gagal’

Untuk produk jenis jasa tentunya memiliki cara pengujian mutu yang berbeda dengan produk jenis barang. Kualitas jenis layanan jasa baru bisa terlihat secara nyata apabila layanan tersebut telah dijalankan atau telah dinikmati oleh konsumen. Penilaian kualitas dipertimbangkan berdasarkan penilaian konsumen berupa kepuasan dan banyaknya (kuantitas) layanan yang telah dimanfaatkan atau dikonsumsi. Dalam hal ini, produk jasa dapat dikategorikan ‘Produk Gagal’ apabila kinerja kualitas layanan tidak memenuhi kepuasan yang diharapkan konsumen.

Ada dua pihak yang dianggap paling tepat mengeluarkan pernyataan ‘Produk Gagal’, yaitu pihak perusahaan atau pabrikan, dalam hal ini bagian pengendali mutu atau QC (Quality Control) dan lembaga konsumen. Apabila dari pihak perusahaan/pabrikan mendasarkan pada standar khusus yang ditetapkan perusahaan/pabrikan, maka pihak lembaga konsumen mendasarkan pada fungsi produk dan kesesuaian dengan spesifikasi yang dijanjikan oleh pihak pabrikan. Pihak lain yang bisa menjadikan suatu produk dikategorikan ‘Produk Gagal’ adalah pemerintah (regulator).








D. STUDI KASUS

Pelanggaran Etika Produksi Recall Mobil Nissan Juke

                        Akibat pengelasan yang tidak baik, tempat duduk belakang Nissan Juke rentan terlepas saat terjadi kecelakaan. Kondisi ini akan membuat penumpang rentan cedera. Alhasil, sebanyak 400 unit Juke di Indonesia ditarik (recall) dari peredaran. Kondisi ini tentu saja membuat masyarakat berpikir ulang untuk membeli mobil tersebut. Apalagi, Nissan Juke pernah mengalami mesin terbakar yang menyebabkan kematian pengemudi pada 11 Maret lalu di kawasan Sudirman, Jakarta.

Wakil Presiden Direktur PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Teddy Irawan meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait penarikan mobil ini. Penarikan tersebut merupakan komitmen Nissan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya dari segi keamanan maupun  kenyaman.“Kami akan memperbaiki semua masalah ini tanpa dipungut biaya sedikit pun dan penarikan mobil ini adalah hal yang wajar dalam industri mobil,” ujar Teddy saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Teddy menjelaskan, populasi terbanyak kendaraan Juke (60 persen) yang terkena recall  berada di wilayah Jakarta. “Populasi terbanyak ada di Jakarta. Karena penjualan Juke paling banyak di Jakarta dan sekitarnya,” katanya. Teddy menambahkan, Juke yang ditarik merupakan hasil rakitan pabrik di Indonesia. Namun, untuk komponen jok bagian belakangnya diimpor langsung dari Jepang.
           “Produksinya lokal, tapi komponen jok belakang diimpor langsung dari Jepang. Sejauh ini belum ada penambahan unit, jumlahnya tetap 400 unit. Sebab, dari Maret hingga Juli 2012 total produksinya hanya 400 unit,” ungkap Teddy. Nissan tetap optimistis target penjualan tahun ini sebanyak 100.000 lebih unit bisa tercapai. “Kami berharap dengan adanya recall ini hubungan perusahaan dengan konsumen masih dapat terjaga dan berjalan baik. Kami optimis bahwa recall ini tidak akan mempengaruhi minat pasar terhadap produk Nissan,” katanya pede.
General Manager Marketing and Communications Strategy Division Nissan Indrie Hadiwidjaja mengatakan, penarikan ini sudah dilakukan ke semua pelanggan Nissan. Dan bagi yang belum, pelanggan diminta men­datangi workshop-work­shop Nissan terdekat untuk segera diperbaiki.
“Perbaikan akan dilakukan secara bertahap di semua workshop-workshop Nissan tanpa dipungut biaya dan penarikan ini tidak akan mengganggu pasar Juke di Indonesia,” tegas Indrie.Nissan Juke merupakan salah satu mobil sport yang cukup laris di Indonesia. Pada semester pertama tahun ini, Nissan telah menjual sebanyak 5.401 unit Juke. Mobil bermesin HR15DE 1.500 cc itu menyumbang 15,6 persen dari pendapatan Nissan Motor Indonesia. Penarikan Nissan Juke terkait dengan temuan kerusakan oleh Otoritas Keselamatan Lalu Lintas dan Transportasi Amerika Serikat (NHTSA). Di Amerika Serikat sebanyak 11.076 unit Nissan Juke buatan 3 Februari - 26 Mei 2012 ditarik lantaran jok belakangnya tidak dilas dengan baik.
            Selain jok belakang yang bermasalah, sebelumnya pun mobil dengan desain unik ini pernah bermasalah saat terjadinya kecelakaan hingga terbakar di jalan protokol di Jakarta, yang digunakan oleh seorang artis. Pada kecelakaan tersebut disinyalir Juke yang digunakan mengalami kerusakan pada bagian pintu dan mesinnya.
Dari rangkaian kasus diatas dapat diambil poin pelajaran bahwa PT. Nissan harus lebih cermat dalam pembuatan unit-unit mobil yang dibuat oleh para pekerjanya dan desain sebaiknya harus disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan sosial. Sehingga mengetahui seberapa bagus unit yang telah dibuat dan layak untuk dipasangkan pada mobil yang akan diproduksi dan dipasarkan ke masyarakat luas. PT Nissan harus memperketat proses pengujian dan proses evaluasi ulang, serta memperbaiki standart kualitas produksi mobil dengan sistem keamanan mobil yang lebih baik. Agar dapat meningkatkan kualitas dari produk akhir tersebut dan meminimalisir kemungkinan terjadinya cacat produk. Sehingga perusahaan juga dapat menjalin rasa kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh PT Nissan.
Sepanjang tahun ini selain Nissan, beberapa Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) lainnya juga melakukan recall terhadap kendaraannya. Sebut saja, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) yang pada Mei lalu, me­narik 51 ribu Gran Max Pick Up, Gran Max Mini Bus, dan Gran Max Blind Van dikarenakan adanya keretakan dudukan ban cadangan. Sedangkan pada pertengahan Maret 2012, PT Toyota Astra Motor menarik 363 unit Toyota All New Avanza akibat kerusakan pada suspensi rodanya.


Recall (Penarikan) Mobil Honda dan Toyota Di Seluruh Dunia
           
Honda Motor Co juga menarik puluhan ribu Honda Jazz di seluruh dunia. Subkompak yang di negara lain dilabeli Honda Fit ini mengalami masalah pada komponen saklar master power window yang terdapat di pintu pengemudi.
Keputusan penarikan ini muncul setelah sebuah Honda Jazz yang terbakar merenggut nyawa seorang balita berusia dua tahun bernama Vanilla Nurse di Afrika Selatan. Honda Inggris lalu mengeluarkan kebijakan menarik 171 ribu Jazz yang ada di negeri itu.
Penyebab tewasnya balita adalah karena tombol di jendela bisa menimbulkan api ketika bersentuhan dengan air dan menyebabkan hubungan pendek. Honda menyatakan, potensi kerusakan komponen terjadi jika unit saklar pada bagian dalam saklar power window terkena material silikon dari pembersih interior mobil dan kemudian dioperasikan berulang kali dalam jangka waktu lama.
   Hal tersebut dapat menyebabkan partikel dari kontak saklar rontok dan menumpuk pada celah kecil dalam unit power window. Penumpukan tersebut memungkinkan terjadinya hubungan listrik arus pendek yang bisa membuat bahan resin dari unit saklar yang terkena panas tersebut meleleh dan menyebabkan kerusakan pada power window.
Honda akan menarik seluruh mobil Jazz yang diproduksi tahun 2001 sampai 2008. Honda menyatakan, terdapat kesalahan produksi yang bisa memicu kebakaran.
Kondisi ini kemungkinan besar berdampak atas 646 ribu Honda Jazz di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia

Penarikan ini muncul di saat pengguna Toyota juga dikhawatirkan dengan sejumlah kasus kematian karena kesalahan produksi. Di Amerika Serikat, muncul 19 laporan kematian akibat pedal gas Toyota terus tertekan sementara pengendara sudah menarik kakinya.
Penarikan kembali dari peredaran dalam jumlah besar dilakukan Toyota Motor Corp. Tercatat sebanyak 6,4 juta unit mobil yang harus terkena recall ini di seluruh dunia.
Ada lima masalah yang membuat pabrikan terbesar asal Jepang ini harus melakukan recall. Yang terbesar adalah masalah pada kabel spiral di airbag dan sistem penguncian pada jok. Jok penumpang depan yang dilengkapi Occupant Classification System (OCS) tidak bekerja sebagaimana mestinya. Padahal sistem ini bertugas untuk mengaktifkan atau menonaktifkan airbag depan tergantung dari berat si penumpang.
Menurut Toyota, ada kemungkinan beberapa Camry mungkin tidak menerima kalibrasi OCS dengan tepat selama proses perakitan kendaraan.
Karena dengan kalibrasi yang tidak benar, dalam kondisi tertentu, airbag penumpang depan dan airbag lutut bisa saja tidak menyebarkan seperti yang dirancang saat terjadi kecelakaan. Hal ini tentu meningkatkan resiko cedera penumpang depan.

Ketiga adalah masalah kabel spiral rusak di airbag pada sisi pengemudi, membuat Toyota harus menarik sebanyak 3,5 juta unit mobil. Lalu kedua, masalah penguncian pada kursi, ada 2,3 juta unit mobil yang harus ditarik.
Keempat ada kerusakan pada kolom kemudi berpengaruh pada 760 ribu unit kendaraan. Sementara 160 ribu unit mobil harus ditarik karena masalah pada wiper kaca depan dan sistem drainase.
Terakhir atau kelima, ada 20 ribu unit mobil yang harus kena recall karena masalah pada motor starter dan bisa berpotensi kebakaran.
Total, jumlah mobil yang harus ditarik mencapai 6.860.000 unit kendaraan. Namun, ada beberapa model yang mendapat lebih dari satu problem, jadi ada sedikitnya 6,4 juta mobil yang harus diperbaiki.
Dari jumlah tersebut, sekitar 2,7 juta kendaraan berada di Amerika Utara, 1,2 juta di Eropa dan 600.000 di Jepang, sisanya ada di pasar lain.
Model yang ditarik termasuk Yaris/Vitz, Corolla, Camry, Matrix, RAV4, Highlander, Tundra, Sequoia dan Scion xB.
Kendaraan yang ditarik adalah mobil yang diproduksi di luar Jepang antara Agustus 2005 sampai Agustus 2006, dan Januari 2009 sampai Desember 2010.
Sementara mobil yang dibuat di Jepang adalah mobil yang diproduksi antara Januari 2005 sampai Agustus 2006, dan Agustus 2008 sampai Juni 2010.
Meski begitu, Toyota mengatakan tidak mengetahui adanya kecelakaan akibat masalah ini. Hanya ada satu laporan dari seorang pelanggan di AS yang mendapat luka bakar di tangan, dan 11 laporan di mana saklar dan door trim dibakar.
Dealer Toyota akan memeriksa masalah yang akan memakan waktu sekitar 45 menit.





























E. PEMBAHASAN

Masih banyak sekiranya contoh kasus yang berkaitan dengan pelanggaran dan etika produksi. Tidak hanya dibatasi pada lingkup organisasi produksi (pabrikan), akan tetapi bisa lebih luas lagi berdasarkan pengertian produksi. Jika membicarakan tema tentang ‘Produk Gagal’, maka di sini sedang berbicara tentang aspek kualitas atau mutu produk. Perlu digarisbawahi di sini, selain aspek kualitas, terdapat aspek fungsional produk yang juga sering menjadi orientasi organisasi produksi dalam menghasilkan produk.

            Pihak yang paling berkompeten atau berhak menentukan produknya dikategorikan sebagai ‘Produk Gagal’ adalah pihak pabrikan atau perusahaan itu sendiri. Pihak lain seperti dari lembaga konsumen ataupun pemerintah hanyalah memberikan rekomendasi untuk mendorong pengakuan pihak pabrikan atau perusahaan. Dalam banyak kasus, ‘Produk Gagal’ pun masih dilempar ke pasar dengan lingkup yang terbatas dan harga yang tentunya lebih rendah. Dalam hal ini, pihak perusahaan hanya menggunakan standar mutu minimal dan lebih memperhatikan aspek fungsional dari produk itu sendiri. Tidak semua mutu yang ditetapkan pihak pabrikan dibutuhkan secara utuh oleh konsumen atau pembeli.

            Pelanggaran etika produksi yang menyebabkan produk gagal dalam konteks apapun tidak memiliki korelasi atau keterkaitan dengan peristiwa perusahaan gulung tikar ataupun nyaris bangkrut. Dalam hal ini, perusahaan yang gulung tikar atau nyaris bangkrut berkaitan dengan aspek persaingan dan daya tahan usaha. Sekalipun produknya dikategorikan ‘Produk Gagal, akan tetapi masih diterima masyarakat, maka perusahaan akan tetap bertahan. Sekalipun tidak diterima masyarakat, akan tetapi pihak perusahaan mampu mencari dukungan modal, maka perusahaan pun akan tetap bertahan

            Dari studi kasusl tersebut, kami menganalisis adanya Quality cost yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan otomotif tersebut salah satunya yaitu Honda. Menurut yang saya ketahui cost of quality adalah biaya yang timbul karena pihak perusahaan tidak menghasilkan produk atau service berkualitas.  Secara umum Cost of Quality dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

Prevention Cost
            Semua biaya yang dikeluarkan untuk mencegah problem kualitas dihasilkan. Misalnya biaya review, biaya selama proses APQP, survei kemampuan supplier, evaluasi process capability, proyek-proyek untuk memperbaiki kualitas, training dan pendidikan teknis.

Appraisal Cost
Semua biaya yang berhubungan dengan pengukuran, evaluasi atau audit produk atau servis untuk memastikan kesesuaian terhadap standar kualitas atau persyaratan lainnya. Misalnya incoming inspection terhadap bahan baku, in-process inspection produk, final inspection produk, audit produk, kalibrasi alat ukur dan kalibrasi mesin.
Failure Cost
Biaya yang ditimbulkan akibat produk atau servis tidak sesuai dengan persyaratancustomer atau ketentuan lainnya. Failure Cost biasanya dibagi menjadi 2, yaitu:

Internal failure cost
Yaitu biaya yang ditimbulkan sebelum produk dikirim ke customer. Misalnya scrap,rework, inspeksi ulang, downgrade produk.

External failure cost
Yaitu biaya yang ditimbulkan setelah pengiriman produk ke customer. Misalnya biaya untuk menangani komplain dari customer, pengembalian barang oleh customer,warranty claim, penarikan produk yang telah beredar (product recall).

Dari studi kasus dapat diketahui bahwa Honda akan menarik seluruh mobil Jazz yang diproduksi tahun 2001 sampai 2008. Hal tersebut dilakukan karena adanya kesalahan produksi, yaitu tombol jendela di mobil Jazz bisa mengakibatkan hubungan pendek dan menimbulkan api jika terkena air. Menurut saya, karena adanya hal tersebut tentunya Honda mengeluarkan Quality of Cost, lebih tepatnya Failure Cost yang berupa External failure cost, yaitu biaya yang ditimbulkan setelah pengiriman produk ke customer, seperti penarikan produk yang telah beredar (recall). Dengan adanya recall tersebut tentunya akan berdampak bagi pihak Honda dengan mengeluarkan cost of Quality untuk memperbaiki produknya.
Dari media lain yang kami baca (http://otomotif.kompas.com) pihak ATPM Honda di Indonesia mengeluarkan pernyataan khusus terkait hal tersebut.  Diumumkan, Honda Indonesia akan melaksanakan program penggantian komponen Lost Motion Spring pada honda jazz tersebut secara gratis. Setiap konsumen akan dihubungi langsung oleh perusahaan melalui surat yang dikirimkan ke alamat konsumen masing-masing dalam periode waktu enam bulan. Proses penggantian komponen diprediksi memakan waktu sekitar 3 jam. Dengan begitu adanya biaya yang dikeluarkan pihak honda dengan mengadakan penggantian komponen secara gratis bagi konsumen merupakan contoh real quality of cost.
Adanya recall dari Honda tersebut yang selanjutnya dilakukan penggantian komponen secara gratis menurut kami merupakan tindakan yang bijak, karena pengeluaran quality of cost juga sebagian besar dilakukan misalnya untuk mendapatkan produk dari perusahaan yang berkualitas. Terlebih lagi pengeluaran quality of cost dari pihak honda tersebut berkaitan dengan hal penting bagi konsumen yaitu keamanan.
 Quality of cost yang dikeluarkan dari honda ini juga memang merupakan tanggung jawab pihak honda bagi kepuasan pelanggan sehingga pelanggan tetap loyal dan tidak trauma untuk menggunakan produk-produk honda. Seperti pernyataan dari President Director PT HPM Yukihiro Aoshima yang kami kutip dari kompas.com “ Merupakan tanggung jawab kami untuk memastikan bahwa semua produk kami berada dalam standar tertinggi dalam hal keamanan dan kualitas. Sekalipun produk tersebut telah berada di tangan konsumen selama bertahun-tahun. Karena itu, program ini merupakan bagian dari evaluasi berkesinambungan yang kami lakukan terhadap semua produk demi mencapai kepuasan pelanggan".

Dari definisi Etika Produksi kita bisa mengembangkan sebuah konsep Etika Bisnis. Tentu sebagian kita akan setuju bila standar etika yang tinggi membutuhkan individu yang punya prinsip moral yang kokoh dalam melaksanakannya. Namun, beberapa aspek khusus harus dipertimbangkan saat menerapkan prinsip etika ke dalam bisnis.
Pertama, untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus mendapatkan keuntungan. Jika keuntungan dicapai melalui perbuatan yang kurang terpuji, keberlangsungan perusahaan bisa terancam. Banyak perusahaan terkenal telah mencoreng reputasi mereka sendiri dengan skandal dan kebohongan.
Kedua, sebuah bisnis harus dapat menciptakan keseimbangan antara ambisi untuk mendapatkan laba dan kebutuhan serta tuntutan masyarakat sekitarnya. Memelihara keseimbangan seperti ini sering membutuhkan kompromi atau bahkan ‘barter’.
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis dalam menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
                             
F. KESIMPULAN

Perusahaan memang bertujuan untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya tapi tetap harus memperhatikan lingkungan eksternalnya dalam kasus ini adalah konsumen. Terkadang perusahaan lalai dan mengabaikan hak-hak konsumennya mengenai informasi produk mereka yang seharusnya penting untuk diketahui konsumen. Perusahaan juga seharusnya mematuhi peraturan yang berlaku dan memenuhi standar-standar untuk menciptakan produk yang layak dan aman untuk dikonsumsi.

Seorang produsen dalam menghadapi situasi tersebut haruslah mempunyai tanggung jawab yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada . seorang produsen juga harus dapat menanggung resiko yang ditimbulkan dari produknya dan harus tetap mengutamakan kepentingan dan kepuasan konsumennya.


 Tindakan untuk menarik produknya dari pasaran yang dilakukan oleh Nissan, Honda dan Toyota terbilang tepat. Karena mereka harus segera memperbaiki permasalahan yang telah terjadi dan harus mampu memberikan kepercayaan kepada konsumen terhadap produknya dengan membuktikan terhadap produk mereka yang tidak hanya mempunyai kualitas namun juga kuantitas yang baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bebas Ekspresi,..
Create your Brill-Mind Okeys !