Etika Profesi
Analisa Studi Kasus Pelanggaran Etika Produksi
“Mass Product Recall” pada Mobil Nissan, Honda dan Toyota
by : Ahmad Sofyan / 2B415859 / 4IC01
by : Ahmad Sofyan / 2B415859 / 4IC01
BAB I
LATAR BELAKANG
Setiap perusahaan berlomba-lomba menciptakan berbagai macam produk untuk memenuhi kebutuhan pasar. Berbagai macam strategi diterapkan agar produk yang dibuat sesuai dengan kebutuhan pasar dan menciptakan profit yang tinggi untuk perusahaan. Namun tidak jarang pula strategi yang diterapkan tersebut mengalami kegagalan dan penyimpangan dalam etika produksi.
Dalam proses produksi, subuah produsen pada hakikatnya tentu akan selalu berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba sebanyak banyaknya. Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk mereka bisa melakukan hal hal yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunyalah produsen memeberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun banyak produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba. Seperti banyaknya kasus kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang ditawarkan.
Kisah mass product recall acapkali terjadi dalam dunia bisnis. Pelajaran yang bisa diambil di balik kisah penarikan produk global selalu merupakan hal yang menarik dan hampir dapat dipastikan menjadi studi kasus di sekolah bisnis. Selain biaya finansial yang luar biasa besar, penarikan pasti berdampak negatif terhadap reputasi sebuah produk yang berarti membahayakan penjualannya di masa depan.
Dari sudut pandang konsumen banyak faktor yang mereka pertimbangkan sebelum mengkonsumsi sebuah produk seperti harga, akses ke produk, keunikan produk, manfaat yang ditawarkan, keamanan dan kenyamanan saat menggunakan produk. Namun tidak jarang konsumen lebih terpikat pada faktor harga yang murah dan manfaat-manfaat sesaat yang ditawarkan produk kepada mereka dan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Perusahaan melihat ini sebagai peluang untuk meraih keuntungan sendiri dan mengabaikan konsumennya. Padahal sebagai konsumen kita memiliki hak secara langsung atas keamanan dan kenyamanan saat mengkonsumsi produk yang telah kita dapatkan.
BAB II
PODUSEN DAN PRODUKSI
Produsen adalah orang atau kelompok yang memproduksi barang
yang nantinya akan dijual kepada konsumen, sedangkan Produksi adalah usaha
untuk menciptakan dan meningkatkan kegunaan suatu barang untuk memenuhi
kebutuhan. Dengan pengertian lain Produksi merupakan konsep arus (flow
consept), bahwa kegiatan produksi diukur dari jumlah barang-barang atau jasa
yang dihasilkan dalam suatu periode
waktu tertentu, sedangkan kualitas barang atau jasa yang dihasilkan tidak berubah.
Seorang produsen atau
pengusaha dalam melakukan proses produksi untuk mencapai tujuannya harus
menentukan dua macam keputusan:
a. Berapa output yang harus diproduksikan, dan
b. Berapa dan dalam kombinasi bagaimana faktor-faktor
produksi (input) dipergunakan.
Untuk menyederhanakan pembahasan secara teoritis,
dalam menentukan keputusan tersebut digunakan dua asumsi dasar:
a. Bahwa produsen atau pengusaha selalu berusaha
mencapai keuntungan yang maksimum,
b. Bahwa produsen atau
pengusaha beroperasi dalam pasar persaingan sempurna.
1. Faktor
produksi
a. Faktor produksi asli yaitu :
1)
Material atau Sumber Daya Alam. Contohnya : tanah, air, udara, sinar matahari,
tumbuh – tumbuhan, hewan, barang tambang.
2) Tenaga kerja atau
Sumber Daya Manusia. Tanpa adanya tenaga kerja, sumber daya alam yang tersedia
tidak akan dapat dirubah atau diolah menjadi barang hasil produksi.
b. Faktor produksi turunan.
Yang termasuk faktor produksi turunan adalah modal, keahlian (skill) dan
Peralatan Teknologi.
2. Fungsi
Produksi
Fungsi
produksi merupakan interaksi antara masukan (input) dengan keluaran (output).
Misalkan kita memproduksi jas. Dalam fungsi produksi, jas itu bisa diproduksi
dengan berbagai macam cara. Kalau salah satu komposisinya diubah begitu saja,
maka hasilnya juga akan berubah. Namun, output dapat tetap sama bila perubahan
satu komposisi diganti dengan komposisi yang lain. Misalnya penurunan jumlah
mesin diganti dengan penambahan tenaga kerja.
Sebuah usaha produksi
baru bisa bekerja dengan baik bila dijalankan oleh produsen atau yang sering
kita sebut pengusaha. Pengusaha adalah orang yang mencari peluang yang
menguntungkan dan mengambil risiko seperlunya untuk merencanakan dan mengelola
suatu bisnis.
Pengusaha berbeda dengan
pemilik bisnis kecil ataupun manajer. Bila hanya memiliki sebuah usaha dan
hanya berusaha mencari keuntungan, maka orang itu barulah sebatas pemilik
bisnis.
Bila orang itu hanya
mengatur karyawan dan menggunakan sumber daya perusahaan untuk usaha, maka
orang itu disebut sebagai manajer. Pengusaha lebih dari keduanya. Pengusaha
berusaha mendirikan perusahaan yang menguntungkan, mencari dan mengelola sumber
daya untuk memulai suatu bisnis.
3. Etika Produksi-Bisnis
Etika produksi-bisnis sebagai etika profesi membahas
berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang
baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk
menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis
Pengertian
Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika berarti falsafah moral dan merupakan
cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila dan agama. Hal ini
sangat perlu di kehidupan ekonomi masyarakat serta dalam melakukan sebuah produksi-bisnis.
Istanto
Oerip Ketua PII mengatakan bahwa Etika didefinisikan sebagai penyelidikan
terhadap alam dan ranah moralitas dimana istilah moralitas dimaksudkan untuk
merujuk pada ‘penghakiman’ akan standar dan aturan tata laku moral. Etika juga
bisa disebut sebagai studi filosofi perilaku manusia dengan penekanan pada
penentuan apa yang dianggap salah dan benar.
Etika
biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari
bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga
adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral
lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan,
sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Etika
adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Istilah lain yang identik dengan
etika, yaitu:
•
Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar,
prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
•
Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf
Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan
Etika, sebagai berikut:
Terminius
Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
Manner
dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat)
yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat
dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian
dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya;
antara lain:
·
Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang
kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science
of good and the nature of the right)
·
Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan
bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect
to a particular class of human actions)
·
Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral
sebagai individual. (The science of human character in its ideal state, and
moral principles as of an individual)
·
Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
·
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan
prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benar dan mana yang buruk.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
•
Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan
kewajiban moral.
•
Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak
•
Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Etika
terbagi atas dua :
1.
Manusia Etika umum ialah etika yang membahas tentang
kondisi-kondisi dasar bagaimana itu bertindak secara etis. Etika inilah yang
dijadikan dasar dan pegangan manusia untuk bertindak dan digunakan sebagai
tolok ukur penilaian baik buruknya suatu tindakan.
2.
b.Etika khusus ialah penerapan moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus misalnya olah raga, bisnis, atau profesi tertentu. Dari
sinilah nanti akan lahir etika bisnis dan etika profesi (wartawan, dokter,
hakim, pustakawan, dan lainnya).
Jika ditinjau menurut UUD ada beberapa peraturan hukum UUD yang berkaitan
dengan Etika Produksi, diantaranya ialah :
Pasal 4, hak konsumen adalah :
·
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
·
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”
Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan”
Pasal 8
·
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
·
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat
(1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta
wajib menariknya dari peredaran”
Pasal 19 :
·
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
·
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
·
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang
waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Berkaitan dengan Etika Profesi Nomor 18 Tahun 1999, disebutkan pada pasal
11 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 yaitu sebagai berikut :
•
Ayat 1 : Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan
orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab
terhadap hasil pekerjaannya.
•
Ayat 2 : Tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian
sesuai kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan
profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum.
•
Ayat 3 : Untuk mewujudkan
terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada
2 macam etika atau perilaku produsen, yaitu perilaku yang cerdas dalam
berbisnis dan menguntungkan dan perilaku produsen yang kurang memiliki
kemampuan sehingga dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
a. Perilaku yang
menguntungkan :
1) Produsen yang memiliki
keahlian pengusaha, berperilaku profesional sehingga mampu menciptakan hasil
produksi yang sesuai dengan kebutuhan dan daya beli masyarakat
2) Mampu meningkatkan
produksi dengan menentukan komposisi faktor-faktor produksi yang dapat
meminimumkan biaya.
3) Berusaha dan mampu
memperoleh keuntungan maksimal yang digunakan antara lain untuk meningkatkan
dan masyarakat di sekitar perusahaan.
4) Menggunakan keuntungan
perusahaan untuk memperluas usaha.
5) Patuh membayar pajak.
6) Mampu mengolah limbah
perusahaan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran.
b. Perilaku yang merugikan
1)
Tidak memiliki keahlian pengusaha.
2)
Fungsi-fungsi pengusaha, seperti penerapan fungsi manajemen
planning, organizing, actuating and controlling tidak efektif dan terjadi
pemborosan.
3)
Biaya produksi lebih besar dari hasil penjualan, sehingga
perusahaan menderita kerugian
4)
Pajak tidak dibayar
5)
Perolehan kredit dari bank tidak digunakan untuk menyehatkan
perusahaan, tetapi digunakan untuk kepentingan pribadi.
6)
Limbah industri perusahaan mencemari sungai dan udara
sekitarnya.
C. PRODUK GAGAL ATAU NG (NOT GOOD)
Istilah Not Good
(NG) pada suatu produk
sesungguhnya diberikan kepada produk (barang ataupun jasa) yang mutu atau
kualitasnya tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Standar mutu/kualitas bisa
berasal atau ditetapkan dari pabrik atau bisa pula berdasarkan ketentuan
standar secara umum dari luar pabrik. Dari pabrik sendiri menetapkan standar
mutu sebagai bagian dari ciri khas produk yang membedakannya dengan
produk-produk lainnya yang sejenis (produk pesaing).
Pihak pabrik terkadang juga menerapkan standar mutu
lain yang berasal dari organisasi standar mutu seperti ISO (International Organization for
Standardization) atau yang berasal dari dalam negeri seperti SNI (Standar
Nasional Indonesia). Selain itu, standar mutu tambahan lainnya juga berasal
dari regulasi yang mengatur mengenai ketentuan ataupun persyaratan suatu produk
baik barang maupun jasa. Misalnya, regulasi pemerintah tentang standar
keselamatan, keamanan, dan kenyamanan dalam menggunakan atau mengkonsumsi
produk.
Jika dalam pengujian mutu (untuk produk jenis barang) ditemukan
mutu produk di bawah standar yang ditetapkan oleh pabrik, maka produk (barang)
tersebut dikategorikan sebagai Not Good (NG) atau di cap ‘Produk Gagal’.
Pengujian mutu tidak hanya dilakukan di dalam pabrik, akan tetapi dapat pula
setelah produk tersebut beredar di pasar atau dikonsumsi oleh masyarakat. Jika
selama dikonsumsi ditemukan cacat atau ketidaksesuaian dengan mutu yang
dijanjikan oleh pabrik, maka produk tersebut dikategorikan ‘Produk Gagal’
Untuk produk jenis jasa tentunya memiliki cara pengujian
mutu yang berbeda dengan produk jenis barang. Kualitas jenis layanan jasa baru
bisa terlihat secara nyata apabila layanan tersebut telah dijalankan atau telah
dinikmati oleh konsumen. Penilaian kualitas dipertimbangkan berdasarkan
penilaian konsumen berupa kepuasan dan banyaknya (kuantitas) layanan yang telah
dimanfaatkan atau dikonsumsi. Dalam hal ini, produk jasa dapat dikategorikan
‘Produk Gagal’ apabila kinerja kualitas layanan tidak memenuhi kepuasan yang
diharapkan konsumen.
Ada dua pihak yang dianggap paling tepat mengeluarkan
pernyataan ‘Produk Gagal’, yaitu pihak perusahaan atau pabrikan, dalam hal ini
bagian pengendali mutu atau QC (Quality Control)
dan lembaga konsumen. Apabila dari pihak perusahaan/pabrikan mendasarkan pada
standar khusus yang ditetapkan perusahaan/pabrikan, maka pihak lembaga konsumen
mendasarkan pada fungsi produk dan kesesuaian dengan spesifikasi yang
dijanjikan oleh pihak pabrikan. Pihak lain yang bisa menjadikan suatu produk
dikategorikan ‘Produk Gagal’ adalah pemerintah (regulator).
D. STUDI KASUS
Pelanggaran Etika Produksi
Recall Mobil Nissan Juke


Wakil Presiden Direktur PT Nissan Motor Indonesia (NMI)
Teddy Irawan meminta masyarakat tidak perlu khawatir terkait penarikan mobil
ini. Penarikan tersebut merupakan komitmen Nissan untuk memberikan pelayanan
yang terbaik kepada pelanggannya dari segi keamanan maupun kenyaman.“Kami akan memperbaiki semua masalah
ini tanpa dipungut biaya sedikit pun dan penarikan mobil ini adalah hal yang
wajar dalam industri mobil,” ujar Teddy saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Teddy menjelaskan, populasi terbanyak kendaraan Juke
(60 persen) yang terkena recall berada
di wilayah Jakarta. “Populasi terbanyak ada di Jakarta. Karena penjualan Juke
paling banyak di Jakarta dan sekitarnya,” katanya. Teddy menambahkan, Juke yang
ditarik merupakan hasil rakitan pabrik di Indonesia. Namun, untuk komponen jok bagian
belakangnya diimpor langsung dari Jepang.
“Produksinya lokal, tapi
komponen jok belakang diimpor langsung dari Jepang. Sejauh ini belum ada
penambahan unit, jumlahnya tetap 400 unit. Sebab, dari Maret hingga Juli 2012 total
produksinya hanya 400 unit,” ungkap Teddy. Nissan tetap optimistis target
penjualan tahun ini sebanyak 100.000 lebih unit bisa tercapai. “Kami berharap
dengan adanya recall ini hubungan perusahaan dengan konsumen masih dapat
terjaga dan berjalan baik. Kami optimis bahwa recall ini tidak akan
mempengaruhi minat pasar terhadap produk Nissan,” katanya pede.
General Manager Marketing and Communications Strategy
Division Nissan Indrie Hadiwidjaja mengatakan, penarikan ini sudah dilakukan ke
semua pelanggan Nissan. Dan bagi yang belum, pelanggan diminta mendatangi
workshop-workshop Nissan terdekat untuk segera diperbaiki.
“Perbaikan akan dilakukan secara bertahap di semua workshop-workshop
Nissan tanpa dipungut biaya dan penarikan ini tidak akan mengganggu pasar Juke
di Indonesia,” tegas Indrie.Nissan Juke merupakan salah satu mobil sport yang
cukup laris di Indonesia. Pada semester pertama tahun ini, Nissan telah menjual
sebanyak 5.401 unit Juke. Mobil bermesin HR15DE 1.500 cc itu menyumbang 15,6
persen dari pendapatan Nissan Motor Indonesia. Penarikan Nissan Juke terkait
dengan temuan kerusakan oleh Otoritas Keselamatan Lalu Lintas dan Transportasi
Amerika Serikat (NHTSA). Di Amerika Serikat sebanyak 11.076 unit Nissan Juke
buatan 3 Februari - 26 Mei 2012 ditarik lantaran jok belakangnya tidak dilas
dengan baik.
Selain
jok belakang yang bermasalah, sebelumnya pun mobil dengan desain unik ini pernah
bermasalah saat terjadinya kecelakaan hingga terbakar di jalan protokol di
Jakarta, yang digunakan oleh seorang artis. Pada kecelakaan tersebut disinyalir
Juke yang digunakan mengalami kerusakan pada bagian pintu dan mesinnya.
Dari rangkaian kasus diatas dapat diambil poin
pelajaran bahwa PT. Nissan harus lebih cermat dalam pembuatan unit-unit mobil
yang dibuat oleh para pekerjanya dan desain sebaiknya harus disesuaikan dengan
keadaan lingkungan dan sosial. Sehingga mengetahui seberapa bagus unit yang
telah dibuat dan layak untuk dipasangkan pada mobil yang akan diproduksi dan
dipasarkan ke masyarakat luas. PT Nissan harus memperketat proses pengujian dan
proses evaluasi ulang, serta memperbaiki standart kualitas produksi mobil
dengan sistem keamanan mobil yang lebih baik. Agar dapat meningkatkan kualitas
dari produk akhir tersebut dan meminimalisir kemungkinan terjadinya cacat
produk. Sehingga perusahaan juga dapat menjalin rasa kepercayaan konsumen
terhadap kualitas produk yang dihasilkan oleh PT Nissan.
Sepanjang tahun ini selain Nissan, beberapa Agen
Tunggal Pemegang Merek (ATPM) lainnya juga melakukan recall terhadap
kendaraannya. Sebut saja, PT Astra Daihatsu Motor (ADM) yang pada Mei lalu,
menarik 51 ribu Gran Max Pick Up, Gran Max Mini Bus, dan Gran Max Blind Van
dikarenakan adanya keretakan dudukan ban cadangan. Sedangkan pada pertengahan
Maret 2012, PT Toyota Astra Motor menarik 363 unit Toyota All New Avanza akibat
kerusakan pada suspensi rodanya.
Recall (Penarikan) Mobil Honda dan Toyota Di Seluruh Dunia

Keputusan penarikan ini muncul setelah sebuah Honda
Jazz yang terbakar merenggut nyawa seorang balita berusia dua tahun bernama
Vanilla Nurse di Afrika Selatan. Honda Inggris lalu mengeluarkan kebijakan
menarik 171 ribu Jazz yang ada di negeri itu.
Penyebab tewasnya balita adalah karena tombol di
jendela bisa menimbulkan api ketika bersentuhan dengan air dan menyebabkan
hubungan pendek. Honda menyatakan, potensi kerusakan komponen terjadi jika unit
saklar pada bagian dalam saklar power window terkena material silikon dari
pembersih interior mobil dan kemudian dioperasikan berulang kali dalam jangka
waktu lama.
Hal tersebut
dapat menyebabkan partikel dari kontak saklar rontok dan menumpuk pada celah
kecil dalam unit power window. Penumpukan tersebut memungkinkan terjadinya
hubungan listrik arus pendek yang bisa membuat bahan resin dari unit saklar
yang terkena panas tersebut meleleh dan menyebabkan kerusakan pada power
window.
Honda akan menarik seluruh mobil Jazz yang diproduksi
tahun 2001 sampai 2008. Honda menyatakan, terdapat kesalahan produksi yang bisa
memicu kebakaran.
Kondisi ini kemungkinan besar berdampak atas 646 ribu
Honda Jazz di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia

Penarikan kembali dari peredaran dalam jumlah besar
dilakukan Toyota Motor Corp. Tercatat sebanyak 6,4 juta unit mobil yang harus
terkena recall ini di seluruh dunia.
Ada lima masalah yang membuat pabrikan terbesar asal
Jepang ini harus melakukan recall. Yang terbesar adalah masalah pada kabel
spiral di airbag dan sistem penguncian pada jok. Jok penumpang depan yang
dilengkapi Occupant Classification System (OCS) tidak bekerja sebagaimana
mestinya. Padahal sistem ini bertugas untuk mengaktifkan atau menonaktifkan
airbag depan tergantung dari berat si penumpang.
Menurut Toyota, ada kemungkinan beberapa Camry mungkin
tidak menerima kalibrasi OCS dengan tepat selama proses perakitan kendaraan.
Karena dengan kalibrasi yang tidak benar, dalam
kondisi tertentu, airbag penumpang depan dan airbag lutut bisa saja tidak
menyebarkan seperti yang dirancang saat terjadi kecelakaan. Hal ini tentu
meningkatkan resiko cedera penumpang depan.
Ketiga adalah masalah kabel spiral rusak di airbag
pada sisi pengemudi, membuat Toyota harus menarik sebanyak 3,5 juta unit mobil.
Lalu kedua, masalah penguncian pada kursi, ada 2,3 juta unit mobil yang harus
ditarik.
Keempat ada kerusakan pada kolom kemudi berpengaruh
pada 760 ribu unit kendaraan. Sementara 160 ribu unit mobil harus ditarik
karena masalah pada wiper kaca depan dan sistem drainase.
Terakhir atau kelima, ada 20 ribu unit mobil yang
harus kena recall karena masalah pada motor starter dan bisa berpotensi
kebakaran.
Total, jumlah mobil yang harus ditarik mencapai
6.860.000 unit kendaraan. Namun, ada beberapa model yang mendapat lebih dari
satu problem, jadi ada sedikitnya 6,4 juta mobil yang harus diperbaiki.
Dari jumlah tersebut, sekitar 2,7 juta kendaraan
berada di Amerika Utara, 1,2 juta di Eropa dan 600.000 di Jepang, sisanya ada
di pasar lain.
Model yang ditarik termasuk Yaris/Vitz, Corolla,
Camry, Matrix, RAV4, Highlander, Tundra, Sequoia dan Scion xB.
Kendaraan yang ditarik adalah mobil yang diproduksi di
luar Jepang antara Agustus 2005 sampai Agustus 2006, dan Januari 2009 sampai
Desember 2010.
Sementara mobil yang dibuat di Jepang adalah mobil
yang diproduksi antara Januari 2005 sampai Agustus 2006, dan Agustus 2008
sampai Juni 2010.
Meski begitu, Toyota mengatakan tidak mengetahui
adanya kecelakaan akibat masalah ini. Hanya ada satu laporan dari seorang
pelanggan di AS yang mendapat luka bakar di tangan, dan 11 laporan di mana
saklar dan door trim dibakar.
Dealer Toyota akan memeriksa masalah yang akan memakan
waktu sekitar 45 menit.
E. PEMBAHASAN
Masih banyak sekiranya contoh kasus yang berkaitan
dengan pelanggaran dan etika produksi. Tidak hanya dibatasi pada lingkup
organisasi produksi (pabrikan), akan tetapi bisa lebih luas lagi berdasarkan
pengertian produksi. Jika membicarakan tema tentang ‘Produk Gagal’, maka di
sini sedang berbicara tentang aspek kualitas atau mutu produk. Perlu
digarisbawahi di sini, selain aspek kualitas, terdapat aspek fungsional produk
yang juga sering menjadi orientasi organisasi produksi dalam menghasilkan
produk.
Pihak
yang paling berkompeten atau berhak menentukan produknya dikategorikan sebagai
‘Produk Gagal’ adalah pihak pabrikan atau perusahaan itu sendiri. Pihak lain
seperti dari lembaga konsumen ataupun pemerintah hanyalah memberikan
rekomendasi untuk mendorong pengakuan pihak pabrikan atau perusahaan. Dalam
banyak kasus, ‘Produk Gagal’ pun masih dilempar ke pasar dengan lingkup yang
terbatas dan harga yang tentunya lebih rendah. Dalam hal ini, pihak perusahaan
hanya menggunakan standar mutu minimal dan lebih memperhatikan aspek fungsional
dari produk itu sendiri. Tidak semua mutu yang ditetapkan pihak pabrikan
dibutuhkan secara utuh oleh konsumen atau pembeli.
Pelanggaran
etika produksi yang menyebabkan produk gagal dalam konteks apapun tidak
memiliki korelasi atau keterkaitan dengan peristiwa perusahaan gulung tikar
ataupun nyaris bangkrut. Dalam hal ini, perusahaan yang gulung tikar atau
nyaris bangkrut berkaitan dengan aspek persaingan dan daya tahan usaha.
Sekalipun produknya dikategorikan ‘Produk Gagal, akan tetapi masih diterima
masyarakat, maka perusahaan akan tetap bertahan. Sekalipun tidak diterima
masyarakat, akan tetapi pihak perusahaan mampu mencari dukungan modal, maka
perusahaan pun akan tetap bertahan
Dari studi kasusl
tersebut, kami menganalisis adanya Quality cost yang dikeluarkan oleh pihak
perusahaan otomotif tersebut salah satunya yaitu Honda. Menurut yang saya
ketahui cost of quality adalah biaya yang timbul karena pihak perusahaan tidak
menghasilkan produk atau service berkualitas.
Secara umum Cost of Quality dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
• Prevention Cost
Semua
biaya yang dikeluarkan untuk mencegah problem kualitas dihasilkan. Misalnya biaya
review, biaya selama proses APQP, survei kemampuan supplier, evaluasi process
capability, proyek-proyek untuk memperbaiki kualitas, training dan pendidikan
teknis.
• Appraisal Cost
Semua biaya yang berhubungan dengan pengukuran,
evaluasi atau audit produk atau servis untuk memastikan kesesuaian terhadap
standar kualitas atau persyaratan lainnya. Misalnya incoming inspection
terhadap bahan baku, in-process inspection produk, final inspection produk,
audit produk, kalibrasi alat ukur dan kalibrasi mesin.
• Failure Cost
Biaya yang ditimbulkan akibat produk atau servis tidak
sesuai dengan persyaratancustomer atau ketentuan lainnya. Failure Cost biasanya
dibagi menjadi 2, yaitu:
• Internal failure cost
Yaitu biaya yang ditimbulkan sebelum produk dikirim ke
customer. Misalnya scrap,rework, inspeksi ulang, downgrade produk.
• External failure cost
Yaitu biaya yang ditimbulkan setelah pengiriman produk
ke customer. Misalnya biaya untuk menangani komplain dari customer,
pengembalian barang oleh customer,warranty claim, penarikan produk yang telah
beredar (product recall).
Dari studi kasus dapat diketahui bahwa Honda akan
menarik seluruh mobil Jazz yang diproduksi tahun 2001 sampai 2008. Hal tersebut
dilakukan karena adanya kesalahan produksi, yaitu tombol jendela di mobil Jazz
bisa mengakibatkan hubungan pendek dan menimbulkan api jika terkena air.
Menurut saya, karena adanya hal tersebut tentunya Honda mengeluarkan Quality of Cost, lebih tepatnya Failure Cost yang berupa External failure cost, yaitu biaya yang
ditimbulkan setelah pengiriman produk ke customer, seperti penarikan produk
yang telah beredar (recall). Dengan adanya recall tersebut tentunya akan
berdampak bagi pihak Honda dengan mengeluarkan cost of Quality untuk
memperbaiki produknya.
Dari media lain yang kami baca
(http://otomotif.kompas.com) pihak ATPM Honda di Indonesia mengeluarkan
pernyataan khusus terkait hal tersebut.
Diumumkan, Honda Indonesia akan melaksanakan program penggantian
komponen Lost Motion Spring pada honda jazz tersebut secara gratis. Setiap
konsumen akan dihubungi langsung oleh perusahaan melalui surat yang dikirimkan
ke alamat konsumen masing-masing dalam periode waktu enam bulan. Proses
penggantian komponen diprediksi memakan waktu sekitar 3 jam. Dengan begitu
adanya biaya yang dikeluarkan pihak honda dengan mengadakan penggantian
komponen secara gratis bagi konsumen merupakan contoh real quality of cost.
Adanya recall dari Honda tersebut yang selanjutnya
dilakukan penggantian komponen secara gratis menurut kami merupakan tindakan
yang bijak, karena pengeluaran quality of
cost juga sebagian besar dilakukan misalnya untuk mendapatkan produk dari
perusahaan yang berkualitas. Terlebih lagi pengeluaran quality of cost dari pihak honda tersebut berkaitan dengan hal
penting bagi konsumen yaitu keamanan.
Quality of cost yang dikeluarkan dari
honda ini juga memang merupakan tanggung jawab pihak honda bagi kepuasan
pelanggan sehingga pelanggan tetap loyal dan tidak trauma untuk menggunakan
produk-produk honda. Seperti pernyataan dari President Director PT HPM Yukihiro
Aoshima yang kami kutip dari kompas.com “ Merupakan tanggung jawab kami untuk
memastikan bahwa semua produk kami berada dalam standar tertinggi dalam hal
keamanan dan kualitas. Sekalipun produk tersebut telah berada di tangan
konsumen selama bertahun-tahun. Karena itu, program ini merupakan bagian dari
evaluasi berkesinambungan yang kami lakukan terhadap semua produk demi mencapai
kepuasan pelanggan".
Dari definisi Etika Produksi kita bisa mengembangkan
sebuah konsep Etika Bisnis. Tentu sebagian kita akan setuju bila standar etika
yang tinggi membutuhkan individu yang punya prinsip moral yang kokoh dalam
melaksanakannya. Namun, beberapa aspek khusus harus dipertimbangkan saat
menerapkan prinsip etika ke dalam bisnis.
Pertama, untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus
mendapatkan keuntungan. Jika keuntungan dicapai melalui perbuatan yang kurang
terpuji, keberlangsungan perusahaan bisa terancam. Banyak perusahaan terkenal
telah mencoreng reputasi mereka sendiri dengan skandal dan kebohongan.
Kedua, sebuah bisnis harus dapat menciptakan
keseimbangan antara ambisi untuk mendapatkan laba dan kebutuhan serta tuntutan
masyarakat sekitarnya. Memelihara keseimbangan seperti ini sering membutuhkan
kompromi atau bahkan ‘barter’.
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral
para pelaku bisnis dalam menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey
business’ atau dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis
mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki
oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk
dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang
melakukan berbagai pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan
perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
F. KESIMPULAN
Perusahaan memang bertujuan untuk mendapatkan profit
setinggi-tingginya tapi tetap harus memperhatikan lingkungan eksternalnya dalam
kasus ini adalah konsumen. Terkadang perusahaan lalai dan mengabaikan hak-hak
konsumennya mengenai informasi produk mereka yang seharusnya penting untuk
diketahui konsumen. Perusahaan juga seharusnya mematuhi peraturan yang berlaku
dan memenuhi standar-standar untuk menciptakan produk yang layak dan aman untuk
dikonsumsi.
Seorang produsen dalam menghadapi situasi tersebut
haruslah mempunyai tanggung jawab yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan
yang ada . seorang produsen juga harus dapat menanggung resiko yang ditimbulkan
dari produknya dan harus tetap mengutamakan kepentingan dan kepuasan
konsumennya.
Tindakan untuk
menarik produknya dari pasaran yang dilakukan oleh Nissan, Honda dan Toyota
terbilang tepat. Karena mereka harus segera memperbaiki permasalahan yang telah
terjadi dan harus mampu memberikan kepercayaan kepada konsumen terhadap
produknya dengan membuktikan terhadap produk mereka yang tidak hanya mempunyai
kualitas namun juga kuantitas yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bebas Ekspresi,..
Create your Brill-Mind Okeys !